Manusia dan Kemampuan Bercerita
Original image: unsplash.com |
Sesingkat atau sesederhana apapun itu, menurut saya setiap manusia diberikan kemampuan untuk bisa bercerita.
Saya lahir di tahun 90an, dan sempat mengalami era tanpa internet saat masih di sekolah dasar. Di masa itu, hampir semua teman di sekolah dan juga saya memiliki bermacam hiburan yang sekarang sudah mulai ditinggalkan. Contohnya seperti bermain sepak bola di lapangan, balapan tamiya, mengadu gasing/beyblade, dan masih banyak lagi.
Tapi satu yang paling saya ingat. Jadi, setiap hari Senin pagi, sebelum upacara bendera dilaksanakan, saya dan teman-teman akan bergerombol terlebih dahulu di depan kelas, untuk menceritakan kembali kartun apa saja yang kami tonton di hari Minggu kemarin. Kami begitu bersemangat untuk saling menimpali cerita teman yang satu dan yang lain sambil ikut memperagakan aksi dari para tokoh yang ada di kartun-kartun tersebut. Bel tanda upacara dimulai adalah batas waktu kami.
Kalau saya ingat lagi, setiap kali momen tersebut terjadi, akan ada beberapa tipe orang yang tergabung di dalamnya.
Pertama, tipe yang tidak begitu aktif dalam obrolan dan cukup ikut menimpali dengan singkat. Bukan berarti tipe ini tidak tertarik dengan ceritanya, mungkin dia memang tidak selihai itu dalam bercerita.
Kedua, tipe yang paham betul alur cerita kartun yang ditonton dan bisa menceritakan kembali dengan sangat baik.
Dan yang ketiga adalah, selain bisa menceritakan kembali dengan baik, tipe ini juga tidak sungkan untuk memperagakan aksi-aksi dari para tokoh kartun yang dia tonton.
Tiga tipe orang yang terhubung karena memiliki ketertarikan pada kartun di Minggu pagi.
Pelan-pelan kebiasaan ini mulai berganti topik pembicaraan. Dari yang awalnya hanya membahas kartun di Minggu pagi, menjadi pembahasan tontonan lain seperti pertandingan sepak bola, badminton, Moto GP yang kami lihat di televisi setelah saya masuk SMP dan berlanjut ke SMA.
Topik justru terasa kembali lagi ke masa SD ketika saya mulai masuk kuliah. Karena internet sudah merupakan hal yang lumrah, banyak teman-teman seangkatan yang ternyata dulu punya hobi menonton kartun di Minggu pagi juga, sekarang menonton kartun-kartun lagi, entah itu yang jadul maupun yang terbaru, di internet. Tidak sampai situ, kami juga membaca komiknya secara online di internet. Dan obrolan jaman saya SD dulu pun bisa kembali, tiap ada episode atau chapter baru dari kartun atau komik yang kami ikuti.
Jadi di masa kuliah, selain obrolan tentang pertandingan sepak bola dari tim kesayangan atau isu-isu yang lagi ramai di Indonesia, saya juga merasa bisa bernostalgia lewat obrolan tentang kartun dan komik itu dengan teman-teman seangkatan saya.
●●●
Original image: unsplash.com |
Diakui atau tidak, kemampun kita untuk bercerita tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari. Entah itu kita gunakan untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran agar lebih lega, atau kita gunakan di pekerjaan yang kita miliki.
Dengan bercerita, maka antara manusia satu dan lainnya bisa bersosialisasi, saling terhubung, saling membutuhkan, saling memberi bantuan. Kemampuan bercerita menurut saya adalah salah satu karunia yang manusia miliki.
Dengan bercerita, kita bisa memberikan semangat kepada rekan yang nyaris menyerah dalam berbagai usahanya. Dengan bercerita, kita bisa menghibur anak-anak yang mungkin harus berjuang melawan penyakit. Dengan bercerita, kita bisa menjadi pengarang yang bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa di seluruh dunia.
Begitu banyak yang bisa dilakukan dari satu kemampuan mendasar, yaitu bercerita.
Semakin bertambah usia dan berkembangnya zaman, cerita yang kita bagi di lingkungan pergaulan pun akan mengalami perubahan. Tapi apapun cerita yang dibahas, pada dasarnya itu adalah yang menghubungkan sekian banyak orang untuk bersosialisasi satu sama lain, dan di saat itulah salah satu kebahagiaan manusia bisa didapatkan.
⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼⎼
Baca artikel terkait:
Comments
Post a Comment